Pamekasan, Detektifjatim.com – Indonesia kembali dihebohkan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan antar umat berbeda agama dan kepercayaan, Senin (17/7) kemarin.
Dalam bunyi SEMA tersebut, pada poin kedua Mahkamah Agung (MA) menyebutkan pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
Menanggapi hal itu, Kepala Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan Mohammad Amrullah menjelaskan, SEMA tersebut berlaku pada internal aparatur peradilan. Menurutnya, SEMA itu harus dipatuhi secara seksama sebagai petunjuk hukum.
“Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) berlaku keluar (eksternal) dan berlaku kedalam (internal) bagi seluruh aparatur peradilan dan para pengguna peradilan. Sebagai aparatur peradilan kita harus patuh dengan SE yang diterbitkan Mahkamah Agung, sebagai bentuk arahan dan petunjuk pelaksanaan hukum,” paparnya, Jumat (21/7/2023).
Mantan Wakil Ketua PN Bantul itu menambahkan, selama masyarakat umum tidak menggunakan peradilan sebagai sarana pengesahan hukum dan pencatatan hukum ikatan perkawinan maka tidak menjadi persoalan.
“Pada praktiknya bisa jadi ada pemuka agama yang menerima perkawinan beda agama, atau yang dikenal wet ontduiking yang biasa dilakukan public figure atau para artis yang menikah beda agama. Biasanya dilangsungkan diluar negeri kemudian dicatatkan pada perwakilan negara diluar negeri,” tambahnya.
Menurutnya, SEMA itu merupakan keresahan masyarakat terkait dengan pernikahan beda agama. seyogianya bisa di wadahi dengan aturan hukum berupa undang-undang yang diterbitkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Tujuannya, agar hak dan kewajiban masyarakat diatur secara tegas dan jelas serta berlaku setara bagi seluruh warga negara Indonesia, serta bisa diatur konsekwensi hukumnya jika hal dimaksud dilanggar,” tuturnya.
Kata Amrullah, pada dasarnya kerangka hukum SEMA itu kurang komprehensif untuk mengatur pernikahan beda agama, karena hanya berlaku secara internal bagi aparatur peradilan. Hanya saja, SEMA yang diterbitkan MA sebagai bentuk proaktif, kepedulian atas penggalian hukum di masyarakat dan arahan kebijakan hukum bagi aparatur peradilan.
“SEMA yang diterbitkan Mahkamah Agung untuk mengisi kekosongan hukum, karena Aturan hukum yang ada belum tegas dan jelas terkait pernikahan beda agama,” tutupnya. (Azm/rd).
No Comments