x

Fantasi Sedarah: Alarm Krisisnya Perlindungan Anak

7 minutes reading
Saturday, 24 May 2025 06:28 530 detektif_jatim

Oleh : Mauzun Visioner (Pegiat Literasi)

________________________

Publik kembali dihebohkan dengan terbongkarnya sebuah grup Facebook bernama fantasi sedarah. Nama yang secara eksplisit telah mendeskripsikan isi dan tujuan di dalamnya. Jika kita coba analisa melalui nama grupnya maka dapat disimpulkan bahwa grup tersebut adalah wadah para predator seksual dan pelaku pedofilia yang menjadikan anak-anak sebagai objek kekerasan seksual, bahkan parahnya menjadikan inses sebagai bahan candaan dan fantasi.

Fenomena ini sungguh mengiris hati. Di mana para anggota dalam grup tersebut bukan berkumpul untuk saling mendukung atau berbagi pengetahuan, akan tetapi untuk saling berbagi pengalaman melalui postingan terkait pelecehan seksual yang dilakoni mereka terhadap anggota keluarganya. Mulai ayah ke anak, kakak ke adik, bahkan anak ke orang tua. Mirisnya lagi, mereka tidak hanya bercerita akan tetapi saling barter konten dan bertukar cerita, seolah tindakan yang mereka lakukan patut dibanggakan.

Hal ini tentunya bukanlah sekadar penyimpangan biasa, melainkan termasuk skandal dehumanisasi. Berdasarkan kronologisnya sudah cukup jelas bahwa kejahatan ini merupakan tindakan yang dilakukan atas kesadaran penuh dan terorganisir. Di mana rumah yang seharusnya menjadi ruang aman justru disetting sebagai penampakan paling menyeramkan. Orang-orang di dalamnya yang seharusnya menjadi pelindung justru menjelma sebagai predator paling mengerikan. Ini merupakan fenomena bahaya yang telah mencabik nilai-nilai kemanusiaan, bahkan menjadi tamparan bahwa resiko pelecehan seksual terhadap anak tidak bisa hanya ditangkal melalui himbauan moral.

Holy Ichda Wahyuni Pakar Anak UM Surabaya menyebut, fenomena ini bukan hanya mencoreng nilai-nilai kemanusiaan, namun juga menampar realitas bahwa hari ini anak-anak semakin rentan terpapar risiko yang tidak lagi bisa ditangkal hanya dengan imbauan moral.
“Orang tua dan pendidik perlu menyadari satu hal yang teramat krusial, bahwa ruang aman anak-anak semakin terkikis, bahkan dari tempat yang seharusnya menjadi paling suci dan aman rumah dan keluarga,”ujar Holy Jumat (16/5/25) um-surabaya.ac.id

Anak Darurat Inses, Bagaimana Bisa Terjadi?

Grup facebook “Fantasi Sedarah” dengan jumlah pengikut mencapai 32 rb merupakan kategori angka yang cukup menggurita. Melalui hegemoni tersebut tentunya menjadi validasi kongkrit bahwa hari ini ruang aman bagi anak semakin minim. Bahkan dalam strata mayoritas lingkungan keluarga sudah tidak dapat sepenuhnya dipercaya ketika hari ini kasus inses dengan mudahnya meraja rela. Lalu apa yang sebenarnya menjadi faktor batas antara kasih dan hasrat menjadi kabur, hingga anggota keluarga menjelma sebagai predator seksual yang dengan bejat merenggut dan merusak harkat, martabat dan masa depan seorang anak yang seharusnya mendapat perlindungan dan bekal pendidikan.

Dilansir melalui laman nu.or.id, Dosen Psikologi Islam Unusia memaparkan, faktor penyebab inses tidak berdiri sendiri atau tunggal, melainkan akumulasi berbagai permasalahan psikologis, sosial, sikap mental, moralitas, dan budaya patriarki pelaku. Paralelitas faktor tersebut semakin menjadi cengkraman ganas ketika ada unsur pembiaran. Sebagaimana kasus seorang ayah yang mencabuli anak kandungnya. Perbuatan bejat tersebut sudah dilakukan pelaku selama enam tahun atau sejak korban berusia 10 tahun. Mirisnya, perbuatan itu diketahui oleh ibu kandung korban. Namun, karena takut diceraikan, sang ibu hanya bisa diam dan tidak melaporkan perbuatan sang suami ke polisi (kompas.com).

Tak ayal, jika kasus kekerasan seksual berbalut inses terus mengalami gurita penanjakan. Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022, kekerasan dalam ranah privat selalu mendominasi jumlah laporan kekerasan. Dari 433 kasus inses yang tercatat dalam setahun, pelaku terbanyak adalah ayah kandung. Fakta ini mempertegas bahwa rumah bisa menjadi ladang kekerasan yang tersembunyi. Dengan mencuatnya kasus grup “Fantasi Sedarah” tentunya semakin menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual yang tengah santer bergulir. Tak pelak, apabila kini debut istilah anak darurat inses, sebab predator-predator ulung tumbuh subur di lingkungan keluarga yang seharusnya menjadi induk tercurahnya cintah kasih dengan rasa kekeluargaan dan kemanusiaan.

Saatnya Negara Hadir

Grup facebook “Fantasi Sedarah” bertemakan inses cukup ramai diperbincangkan publik usai viral di media sosial. Publik mengecam keras berbagai konten di dalamnya yang dinilai cukup bertentangan dengan hukum, sosial dan nilai kemanusiaan. Lembaga terkait, seperti kementerian, DPR, bahkan tokoh agama turut mengecam dan mendesak tindakan tegas agar kasus tersebut dapat ditanggulangi dengan komprehensif, sehingga berbagai macam kasus serupa tidak kembali terulang.

Komdigi akhirnya mengambil tindakan sebagai bentuk respon. Pihak komdigi bergegas memblokir akun grup fantasi sedarah yang cukup kontroversial tersebut. Tak hanya itu komdigi juga memblokir beberapa akun serupa yang diduga berparalel dengan grup fantasi sedarah. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi Alexander Sabar, mengatakan pihaknya telah memblokir 30 link yang berafiliasi dengan grup “Fantasi Sedarah”. Komdigi berkoordinasi dengan pihak Meta untuk menelusuri akun dan aktivitas grup tersebut (detik.com)

Senyatanya hal ini menjadi tamparan sekaligus evaluasi total bagi lembaga-lembaga terkait. Bagaimana bisa grup kontroversial tersebut lolos dari pantauan hingga berkembang dengan jumlah pengikut mencapai puluhan ribu orang. Ke mana komdigi, KPAI, Komnas HAM dan badan terkait lainnya. Padahal ini persoalan krusial yang mana sudah menyangkut masa depan regenerasi bangsa dan sterilisasi ruang aman bagi anak.

Sebagai bentuk pertanggunjawaban negara harus hadir secara penuh di tengah polemik fantasi sedarah yang semakin kompleks. Seluruh pihak terkait harus hadir untuk menyelamatkan dan membawa solusi yang komprehensif dari hulu ke hilir. Realisasi Pemblokiran dan penyidikan yang dilakukan pihak berwenang untuk mengusut kasus terkait grup fantasi sedarah senyatanya baru langkah awal dari wujud penanggulangan yang bersifat komprehensif. Meskipun dari kabar yang beredar saat ini 6 admin sebagai tersangka telah ditangkap untuk menjalani pemeriksaan sesuai proses hukum yang berlaku. Namun, hal tersebut juga baru variabel dasar yang belum mencapai persentase 50%, karena ada 32 ribu orang member yang terlibat.

Atas dasar kesadaran penuh para pelaku harus mendapat hukuman sepadan sebagai bentuk efek jera. Namun dalam hal ini tentunya tidak hanya berfokus pada jeratan pasal berlapis, akan tetapi juga pada pembinaan yang intensif. Para pelaku perlu direhabilitasi untuk mendapatkan pembinaan secara emosional. Biasanya pola perilaku amoral terjadi karena ada unsur habbits sejak kecil dan pengaruh lingkungan. Oleh sebab itu, selain dihukum para pelaku harus dibina dengan efektif dan intensif untuk dapat meminimalisir tindakan yang berulang.

Sementara itu, hal penting yang tak kalah mendesak adalah pemulihan terhadap para korban. Sebagaimana kita ketahui trauma akibat pelecehan seksual tak dapat ditanggulangi hanya dengan menghukum pelaku. Hal buruk yang mereka alami dapat menjadi beban seumur. Untuk itu, perlu kerja sama kolektif sebagai bentuk tindakan represif, mulai rehabilitasi psikologis, dukungan, dan pendampingan penuh untuk recovery.

Selain itu, Negara juga harus hadir memperbaiki sirkulasi kontrol sosial media yang mulai semakin liar. Apa yang sudah terjadi saat ini terkait kasus fantasi sedarah perlu menjadi bahan evaluasi serius. Bagaimana ke depan kasus-kasus serupa tidak kembali terulang. Komdigi harus memperbaiki sistem kerjanya dalam mengawasi ruang informasi dan komunikasi dan menyemarakkan kampanye bahaya inses dan pedofilia berbasis digital. Begitu pula dengan pihak terkait lainnya, harus bergerak untuk satu tujuan yang sama yakni memperbaiki kontrol sistem tentang perlindungan anak, dan menciptakan sterilisasi lingkungan yang aman dan sehat.

Namun secara paralelitas sistem, evaluasi grup facebook fantasi sedarah bukan semata hanya diberlakukan untuk komdigi atau pihak terkait lainnya. Meskipun labelitas wewenang ada di bahu mereka, akan tetapi yang perlu kita pahami adalah tentang kerja sama kolektif antar semua elemen, sebab hal ini termasuk bagian dari tanggung jawab bersama. Komdigi dan pihak terkait lainnya memang harus memperbaiki sistem kerjanya, namun itu juga harus diiringi dengan sinergitas semua aspek.

Jika kita sungguh memiliki proyeksi untuk menciptakan lingkungan steril bagi anak, maka kita harus senantiasa menyadari bahwa kontrol tidak cukup hanya dilakukan satu elemen saja. Kampanye tentang urgensi perlindungan anak di tengah gurita inses dan pedofilia harus disuarakan oleh semua elemen. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab kolektif yang bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi kontrol ruang aman bagi anak, dan mengembalikan peran keluarga sebagai benteng terakhir perlindungan para regenerasi bangsa.

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

LAINNYA
x