Oleh: Abd. Aziz
Juru Bicara Tim Pemenangan Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans). Kini, Advokat, Legal Consultant, Mediator Non Hakim, CEO Firma Hukum PROGRESIF LAW, dan Sekjen DPP Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK)
Debat kedua Pilgub Jatim akan digelar pada Minggu, 03 November 2024 di Grand City Surabaya. Bertema “Tata Kelola Pemerintah yang Efektif dan Inovatif serta Pelayanan Publik yang Inklusif dan Keadilan Masyarakat Jawa Timur”, debat mendatang berpotensi terjadi perang urat syaraf antar kontestan. Tentang, apa? Entahlah! Sebelum membincang debat kedua, tahukah anda, salah satu Cawagub mengundang perhatian kaum Hawa. Hal itu terungkap pasca debat perdana.
Begini kisahnya. Waktu itu, penulis bergegas turun dari ruang debat di Graha Unesa, Surabaya, Jumat, 18 Oktober 2024. Mem-bersamai Ibu Tri Rismaharini dan Kia Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans) usai debat publik pertama Pilgub Jatim malam itu. Saat Ibu Risma dan Gus Hans dikelilingi awak media yang sudah menanti beberapa jam sebelumnya, dari balik daun telinga, ada yang berbisik pelan.
Siapa sebenarnya Gus Hans yang mendampingi Ibu Risma ini? Apa pembedanya dengan para calon Wakil Gubernur lain? Termasuk saat debat tadi. Demikian pertanyaan menggelitik wanita yang enggan disebutkan namanya, itu. Usut punya usut, perempuan cantik berkulit putih itu menyatakan kekagumannya pada Gus Hans.
Menurutnya, selain penampilan yang tampak wibawa, piawai dalam berbicara, menyuguhkan program-program yang membumi (aplikatif), Gus Hans mencuri perhatian kaum Hawa kala ia menyaksikan layar debat yang disediakan KPU di luar gedung. Wajahnya yang tampan dan sejuk, dianggap sebagai “pesaing berat” pendamping Khofifah, Emil Elestianto Dardak.
Tentu, sebagai Juru Bicara Tim Pemenangan, penulis menjelaskan secara gamblang. Tak terkecuali, potensi jaringan dan gagasan Gus Hans dalam memperkuat positioning Ibu Risma dalam menciptakan persepsi positif yang kontributif terhadap elektabilitas, dan potensial menaikkan elektoral Risma-Gus Hans pada 27 November mendatang.
Pria yang akrab disapa Gus Hans ini, lahir di Jombang pada 23 Maret 1976. Putra dari pasangan Kiai As’ad Umar dan Azah As’ad. Pendidikan dasar, menengah, dan atas Gus Hans ditempuh di Jombang. Sedangkan S1 Hubungan Internasional di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta dan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Gus Hans dibesarkan dalam keluarga Nahdliyin. Aktif sebagai aktivis NU yang peran dan eksistensinya mudah diterima masyarakat. Karenanya, ia didapuk sebagai Sekretaris Jenderal Jaringan Kiai-Santri Nusantara (JKSN). Selain itu, ia dipercaya sebagai Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul ‘Ulama (PW LKKNU) Jawa Timur.
Kekuatan jaringan Kiai dan Santri serta ketokohan di NU inilah yang membuatnya dipercaya sebagai Juru Bicara Tim Sukses Khofifah-Emil dalam Pilgub medium 2018, dan berkontribusi mengantarkan keduanya ke Grahadi Satu. Pasca itu, aktif mengawal program Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim, utamanya terkait bantuan terhadap Pesantren dengan prinsip tanpa potongan sepeserpun (clear and clear). Sikap anti korupsinya begitu terasa pada Pondok Pesantren di Jawa Timur.
Di tengah kesibukannya mengelola JKSN dan PW LKKNU, dalam dunia Pesantren, Gus Hans aktif memimpin Pondok Pesantren Queen Al-Azhar Darul Ulum, Peterongan, Jombang. Karena jiwa akademisnya terawat dengan jaringan yang luas, ia tercatat sebagai Wakil Rektor Bidang Pengembangan dan Kerjasama di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (UNIPDU) Jombang. Sebagai akademisi yang malang melintang dalam dunia kerjasama pengembangan lembaga, Gus Hans tidak asing bagi banyak Perguruan Tinggi di Jawa Timur. Dan, dunia politik tidak baru bagi Gus Hans. Ia duduk sebagai Wakil Ketua Partai Golkar Jawa Timur, kemudian non aktif menjelang laga Pilgub.
Pada tahun 2019, Gus Hans ditunjuk menjadi Presiden Football for Peace Indonesia. Sebuah organisasi nirlaba bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang menggabungkan antara olahraga dengan misi perdamaian antar agama. Selain itu, terpilih sebagai Ketua Gerakan Nasional Anti Narkoba dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Ketua Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara (GPAN) Provinsi Jawa Timur. Gus juga Hans kerap tampil di layar kaca sebagai penceramah agama. Baik di televisi swasta regional maupun nasional.
Inilah alasan utama PDI Perjuangan memperjumpakan corak kultural Jawa Timur. Ibu Risma mewakil kaum nasionalis sedang Gus Hans merepresentasi kaum santri, yang dikenal agamis. Ketua PDI Jatim, yang juga Ketua Banggar, Said Abdullah melihat potensi besar perkawinan politik dua tokoh ideal guna bertarung dalam kontestasi Pilgub Jatim, memenangkan perhelatan, dan memimpin tiga puluh delapan Kota dan Kabupaten di Jawa Timur.
Benar saja. Pilihan PDI Perjuangan, tepat. Misalnya, saat tampil dalam segmen debat calon Wakil Gubernur, Gus Hans tidak mengecewakan! Banyak kalangan menilai ia mampu berdebat dengan baik. Menyuguhkan gagasan program yang tidak muluk-muluk dan diprediksi terimplementasi. Gayanya santai, sesekali berkelakar menyapa Emil dan Lukman. Mimik wajah dan gesturnya tampak tenang.
Sedangkan Emil, gaya seriusnya terlihat. Menggunakan jurus teori pertahanan terhadap apa saja yang sudah dilakukannya selama 5 tahun. Tanpa ragu, Emil pun mengakui kemampuan Gus Hans dalam memajukan wisata religi di Jawa Timur. Berbeda dengan Lukman, yang memproduksi program ideal dan luar biasa namun bertaraf internasional. Sebagian masyarakat menyebutnya “muluk” dan butuh energi besar untuk menjalankannya.
Gus Hans yang berpasangan dengan Ibu Risma yang terkenal sebagai sosok tulus dan apa adanya, cukup mengimbangi kecerdasan Risma, yang mengoreksi ambivalen-nya kerja 5 tahun Khofifah-Emil dengan angka kemiskinan yang menjulang di Madura. Memang, Risma dikenal tak membeda-bedakan warganya. Sejak menjabat Wali Kota Surabaya hingga Menteri Sosial. Batinnya gelisah saat melihat sampah berserakan. Bukan sekadar sampah dedaunan, tentunya. Selalu gerak cepat menyelesaikan masalah. Biasa turun ke bawah tanpa sorot kemera karena di pikirannya tak istilah (adagium) pencitraan.
Bahkan, awal 2014, Wali Kota Risma memiliki kegelisahan yang tinggi atas fenomena gunung es, pria hidung belang yang kerap “berlibur” ke Surabaya. Ia berfikir, jika dibiarkan banyak anak yang akan menjadi korban, dan kehidupan rumah tangga warga Jatim, potensial disharmoni. Seorang Risma, akhirnya mampu menutup lokalisasi prostitusi (Dolly) terbesar di Asia Tenggara, yang eksis sejak 1968, lebih besar dari Patpong di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura.
Pemimpin yang tegas tak berarti culas! Itulah Ibu Risma. Tak hanya menutup lokalisasi Gang Dolly, tapi menyediakan lapangan pekerjaan dengan rezeki yang halal. Membinanya agar kelak menjadi Ibu yang baik untuk suami dan anak-anaknya. Demikian perasa dan tersentuh-nya hati Ibu Risma pada praktik-praktik yang berpotensi merenggut kebahagian hakiki. Menukar dengan kenikmatan sesaat yang bertepi. Dunia pun terbelalak dengan tangan dingin seorang Risma. Masyarakat pun berbondong berterima kasih padanya.
Karena mampu menjadikan Kota Surabaya yang bersih dan indah serta berkontribusi besar dalam penutupan lokalisasi dan mencarikan jalan keluarnya itulah, Ibu Risma kemudian masuk dalam jajaran 50 pemimpin terbaik dunia versi Fortune (2015), setelah sebelumnya dinobatkan sebagai Wali Kota terbaik ketiga di dunia versi _World Mayor Project_ (WMP).
Kini, Ibu Risma berpasangan dengan tokoh NU yang tepat. Turun gelanggang dalam laga Pilkada Jatim yang kian dekat. Inilah calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim yang layak kita bela dan menangkan di bilik suara nanti. Keberpihakan padanya, akan dicatat oleh sejarah sebagai prasasti anti korupsi. Jujur, nasib Jawa Timur sedang dipertaruhkan! Untuk itu, sebelum terlambat dan menyesal di kemudian hari, bergabunglah bersama kami. Bahu-membahu memihak kesadaran nurani. Kawal Jatim yang berkemajuan.
Salah satu kolega diskusi saat Live di Jawa Pos TV bertema Adu Strategi Para Srikandi, Selasa, 15 Oktober 2024 malam berujar skeptis pada penulis. “Ibu Risma berhasil memimpin satu Kota. Jawa Timur memiliki 38 Kota dan Kabupaten. Jadi, masih ada 37 Kota dan Kabupaten. Khofifah-lah yang berpengalaman.” Penulis merespon bahwa, yang ia katakan tidak salah, benar. Namun, walaupun satu Kota, dengan karakter kepemimpinan yang kokoh dan progresif memimpin Kota Surabaya, Ibu Risma masuk jajaran 50 pemimpin terbaik dunia dan Wali Kota terbaik ketiga di dunia. Ibu Khofifah berprestasi, apa? Dan, Surabaya itu, Ibu Kota Provinsi. Artinya, jantungnya Jawa Timur.
Bagi warga-masyarakat Jawa Timur, apakah anda ingin Jatim bersih? Jika iya, serahkan pada ahlinya bersih-bersih. Siapa, itu? Risma-Gus Hans jawabannya. Pasangan ideal memimpin Jatim. Waktu penulis mem-bersamai Ibu Risma atau Gus Hans di hampir 38 Kota dan Kabupaten di Jatim, tak sedikit yang bersaksi. Keduanya jujur, dapat dipercaya. Keduanya tokoh anti korupsi. Mari, bersama memahat demokrasi, mengukir prestasi. Wujudkan Jatim tanpa Korupsi! ***
No Comments