Oleh : Mauzun Visioner (Pegiat Literasi)
Topik tentang kenakalan anak remaja semakin menggemparkan jagat pemberitaan. Pasalnya tingkat kenakalannya semakin sensasional dan brutal. Bahkan seukuran anak SD sudah banyak yang mulai terjerat pada tindak amoralisasi fulgar. Tak hanya yang berurusan dengan perkelahian antar teman, namun sudah ada yang mulai menyentuh obat-obatan terlarang.
Memasuki tingkat SMP dan SMA amoralisasi anak remaja mengalami penanjakan yang cukup signifikan. Kenakalannya dapat diklaim semakin masif dan aktif. Salah satu contohnya kasus Lolly putri Nikita Mirzani. Menurut Data UNICEF tahun 2016 menunjukkan bahwa kenakalan pada usia remaja diperkirakan mencapai sekitar 50%. Data ini menunjukkan bahwa kenakalan yang dilakukan oleh remaja di Indonesia masih cukup tinggi. Untuk itu problematika ini perlu ditangani secara serius agar tidak menjadi masalah yang terus berlarut-larut (Kompas.com).
Institusi keluarga sangat berperan aktif dalam mencegah kenakalan remaja.
Karena secara mendasar sebelum anak mengenal dunia luar, keluargalah yang menjadi rumah pertama bagi anak. Antropolog George Murduck (1949) berpendapat bahwa keluarga memiliki empat fungsi sosial mendasar: regulasi seksual, reproduksi, kerja sama ekonomi dan sosialisasi/pendidikan (www.proquest.com). Itulah sebabnya orang tua harus memiliki pemahaman inklusif terkait seni peranting. Supaya orang tua dapat memaksimalkan perannya sebagai pendidik pertama bagi seorang anak.
Mengenal Seni Peranting
Dewasa ini, pengetahuan tentang seni peranting adalah hal penting bagi orang tua dalam mengoptimalkan perkembangan anak. Karena setiap peranting memiliki barometer dampak yang berbeda-beda. Untuk itu, pengenalan dan pemahaman tentang ilmu peranting menduduki strata urgent.
Dilansir melalui generasipeneliti.id Parenting berasal dari kata dasar berbahasa Inggris parent yang berarti orang tua. Maka parenting secara bahasa dapat diartikan sebagai pengasuhan atau pola asuh. Sedangkan pengasuhan diambil dari kata dasar “asuh” yang menurut kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai menjaga (merawat, mendidik) anak. Sedangkan pengasuhan diartikan sebagai proses atau cara dalam mengasuh.
Peranting dibagi dalam beberapa tipe. Pertama pola asuh permisif, kedua otoriter dan terakhir otoritatif. Dalam pola asuh permisif orang tua cenderung memberikan kebebasan kepada anak tanpa batasan. Pola asuh otoriter kebalikannya, orang tua cenderung memberikan batasan mutlak kepada seorang anak. Sedangkan otoritatif merupakan pola asuh ideal, karena orang tua memberikan kebebasan kepada anak dengan nilai-nilai tanggung jawab.
Setiap orang tua memiliki gaya peranting yang berbeda-beda. Namun tak dapat dipungkiri setiap pola asuh memiliki efektifitas pengaruh. Terutama dalam proses pembentukan karakter anak. Karena karakter anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya keluarga. Berbicara keluarga tentunya sangat lekat dengan pola asuh orang tua. Sehingga orang tua sebagai pendidik harus memiliki seni (keterampilan) peranting yang positif dan efektif.
Maksimalisasi Karakter Anak Melalui Seni Peranting
Kasus kenakalan remaja tidak serta merta karena kesalahan pergaulan. Namum, juga ada faktor keluarga yang menimbulkan kompleksitas sikap-sikap amoral. Kartono (2002) mengemukakan bahwa kenakalan remaja disebabkan
karena kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orangtua (repository.unissula.ac.id).
Ketidak seimbangan pola asuh dalam suatu keluarga akan mengakibatkan cacat karakter pada anak. Sehingga anak akan mudah mencari pelampiasan yang memiliki impact kurang baik terhadap diri dan masa depannya.
Untuk itu, di tengah maraknya amoralisasi anak remaja seni peranting dalam keluarga menjadi sangat urgent. Karena esensialnya pendidikan pertama harus dimulai dari keluarga. Menurut pendapat Darosy Endah Hyoscyamina (2011:144) bahwa keluarga adalah forum pendidikan pertama serta utama dalam sejarah perjalanan hidup seorang anak yang menjadi sebuah dasar penting dalam membentuk karakter manusia sendiri (journal.ikipsiliwangi.co.id).
Seni peranting menjadi bekal utama dalam membentuk karakter anak. Memahami seni peranting tentu menjadi PR bagi setiap orang tua. Karena setiap pola asuh memiliki impact tersendiri terhadap pembentukan karakter anak. Seorang anak yang terbiasa dibentak, dipukul dan diancam mulai sejak dini, maka jangan heran jika besarnya nanti anak kurang mampu mengelola emosi dengan baik, cenderung meledak-ledak, dan cenderung tertutup.
Lingkungan keluarga berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter seorang anak. Untuk itu orang tua bertanggung jawab dalam menciptakan pola asuh seimbang, agar anak tidak tumbuh prematur baik biologis maupun psikis. Karena anak adalah produk orang tua bukan semata hasil godokan lingkungan sekolah. Esensi Pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, sedangkan sekolah hanya berpartisipasi (K. Hajar Dewantara)
Secara fungsional tidak keliru apabila peran keluarga sifatnya sangat strategis. Khususnya yang berkaitan dengan character building seorang anak. Karena keluarga menjadi bagian dari ekosistem kemajuan generasi bangsa. Semakin berdaya suatu keluarga, maka semakin kecil anak-anak yang akan terjangkit tindak amoralisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Mutia & Retno (2011) terdapat 145 orang siswi SMA di Slawi
menemukan bahwa dukungan sosial dari keluarga mempengaruhi tingkat kecederungan kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Semakin tinggi dukungan
sosial dari keluarga maka akan semakin rendah kecenderungan remaja untuk
melakukan tindak kenakalan (repository.unissula.ac.id)
No Comments