Dalam sebuah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan konstitusi, institusi negara diharapkan menjadi benteng pelindung yang menjaga dan memperkuat jati diri bangsa. Namun, apa jadinya jika institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan justru melangkahi aturan yang ia buat sendiri? BPIP, yang seharusnya mengawal nilai-nilai Pancasila, justru terjebak dalam tindakan yang mencederai esensi dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Tampang Paskibraka menjadi bukti nyata dari ketidakselarasan antara retorika dan realita. Bagaimana mungkin, sebuah lembaga yang digadang-gadang sebagai penjaga Pancasila justru mengeluarkan keputusan yang mencabut hak dasar anak bangsa untuk menjalankan ajaran agamanya?
Penghapusan ciput bagi putri yang berjilbab dalam kelengkapan pakaian Paskibraka tidak hanya melanggar peraturan yang telah ditetapkan dalam Peraturan BPIP RI Nomor 3 Tahun 2022, tetapi juga menyakiti hati jutaan umat Islam di negeri ini.
Keputusan tersebut seakan menegaskan bahwa keberagaman yang kita banggakan selama ini hanya sebatas slogan belaka. Dalam praktiknya, ada pemaksaan untuk menyeragamkan sesuatu yang seharusnya tidak bisa diseragamkan—iman dan keyakinan.
Pernyataan bahwa pelepasan jilbab hanya berlaku saat pengibaran bendera adalah bentuk diskriminasi yang tidak sejalan dengan semangat kebhinnekaan. Ini adalah sebuah pengingkaran terhadap Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama setiap warga negara.
BPIP, yang ironisnya didirikan untuk menjaga nilai-nilai Pancasila, justru terlihat abai terhadap prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Lalu, apa yang menjadi landasan moral dari keputusan ini? Apakah demi keseragaman visual, kita harus mengorbankan kebebasan beragama yang menjadi hak dasar setiap individu? Tindakan ini bukan hanya tidak bijak, tetapi juga tidak beradab. Konstitusi dan Pancasila adalah pedoman yang seharusnya dihormati, bukan justru dilanggar oleh institusi yang diberi mandat untuk menjaganya.
Saat ini, BPIP telah membuka luka yang dalam di tengah masyarakat. Kebijakan ini adalah cerminan dari kebijakan yang gagal memahami dan menghargai keberagaman yang sesungguhnya. Kita semua perlu merenungkan, apakah kita masih berada di jalan yang benar jika kita mulai mengkhianati nilai-nilai dasar yang selama ini menjadi fondasi bangsa ini?
Dengan langkah ini, BPIP seakan menegaskan bahwa mereka telah melangkah jauh dari tugas mulianya—menjaga dan mengamalkan Pancasila. Sungguh, ini adalah sebuah pelanggaran yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Perlu ada koreksi dan introspeksi agar ke depan, Pancasila bukan hanya sekedar simbol, tetapi benar-benar menjadi roh yang hidup dalam setiap kebijakan dan tindakan negara. (*)
*Ketua Umum PC PMII Cabang Pamekasan 2024-2025
No Comments