BANGKALAN, DETEKTIF Jatim – Sebanyak 9 orang santri di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian Bangkalan.
Sembilan orang tersebut antara lain; NH (19), AZ (17), Z (19) dan W (17) asal Kecamatan Geger, GAD (19), RR (17) dan RM (17) asal Kecamatan Arosbaya, U (20) dan ZA (20) asal Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga telah melakukan pengeroyokan terhadap juniornya BT (16) hingga meninggal dunia beberapa waktu lalu.
Kronologi Kejadian
Berdasarkan keterangan pihak kepolisian Bangkalan, peristiwa itu bermula pada hari Minggu tanggal 05 Maret 2023 sekira pukul 21.00 wib. Saat itu, datang seorang santri berinisial R ke pengurus pondok, R melaporkan bahwa temannya RAR telah kehilangan uang sebesar Rp.300 ribu dan temannya H kehilangan uang sebesar Rp.150 ribu.
Mendapat laporan itu, pengurus pondok mencoba mencari tahu dan berinisiatif memanggil santri yang sedang sakit dan ada di kamar juga sekamar dengan yang kehilangan, yakni D, F dan BT (korban) secara bergantian ke Kamar Pengurus (Kamar C3), yang berada dilantai 3 atas.
Pertama, pengurus memanggil D, namun D mengaku tidak tahu. Karena mengaku tidak tahu, D dikembalikan ke kamarnya. Kemudian, pengurus memanggil F. Pada saat ditanyakan, F mengakui dirinya telah mengambil uang milik RAR dan H dengan total sebesar Rp.450 ribu. F juga menjelaskan bahwa dirinya melakukan hal tersebut karena disuruh oleh temannya yang bernama BT (korban) dan hasilnya dibagi dua.
Mendapat pengakuan itu, kemudian pengurus mengembalikan F ke kamarnya. Selanjutnya, pengurus memanggil BT. Awalnya, BT tidak mengakui, sehingga sempat dipukul oleh pengurus yang pada akhirnya BT mengaku.
Setelah BT mengaku, pengurus menyuruhnya mencatat dimana saja tempat dia melakukan pencurian dan bersama dengan siapa saja. Kemudian hasil catatannya diserahkan kepada pengurus. Setelah pengurus melihat hasil catatan dari BT, ternyata ada beberapa tempat dan beberapa orang yang diakui telah melakukan pencurian bersamanya, salah satunya adalah R.
Kemudian, keesokan harinya, Senin tanggal 06 Maret 2023 sekira pukul 21.00 wib, berdasarkan hasil catatan dari BT, pengurus memanggil R ke kamar pengurus untuk memastikan kebenaran apa yang telah ditulis oleh BT. Pada saat itu R mengaku pernah mengambil uang milik orang lain bersama dengan BT.
Kemudian pada hari Selasa tanggal 07 Maret 2023 sekira pukul 20.30 wib, RA (ustad di Pondok / kaka dari R) memanggil sekitar 27 pengurus ke dalam kamar ustadz yang sebelumnya dianggap telah menyidang R.
Setelah bertemu dengan Pengurus, RA mengatakan bahwa R sebenarnya tidak mencuri, yang mana sebelumnya R sempat mengaku kepada pengurus karena takut dipukul.
Kemudian, R dipanggil dan pada saat itu menjelaskan bahwa dirinya tidak melakukan pencurian tersebut, dan untuk memastikan perkataan R, akhirnya disepakati untuk memanggil BT agar semuanya jelas. Setelah datang, BT menjelaskan kepada RA bahwa R tidak pernah mencuri. Setelah itu, R disuruh keluar dari kamar ustadz dan kembali ke dalam kamarnya.
Setelah R keluar, pengurus emosi karena BT telah mengambil tanpa ijin atau mencuri uang milik santri lain dan memfitnah R. Karena sudah sangat emosi, kemudian pengurus melakukan pemukulan terhadap BT secara bergantian, sampai BT terlentang dan tidak sadarkan diri.
Melihat BT tak sadar, pengurus panik dan membawa BT ke Puskesmas, namun setibanya di puskesmas dan diperiksa, BT dinyatakan telah meninggal dunia oleh petugas puskesmas.
Keterangan Pihak Pondok Pesantren
Pihak pengasuh Pondok Pesantren, Malik mengatakan, pihaknya baru mengetahui kejadian itu setelah diberitahu oleh keluarganya, sehingga tidak mengetahui kronologi detailnya.
“Saya baru tahu itu setelah dikabari oleh pihak keluarga bahwa ada santri yang meninggal. Setelah itu, kami langsung melaporkan ke Polsek,” katanya saat diwawancarai, Kamis (09-03-2023) lalu.
Disamping itu, Ra Malik mengaku kaget dengan kejadian tersebut, sebab menurutnya, di lembaganya diharamkan diharamkan pemberian hukuman kekerasan fisik terhadap santri yang melakukan pelanggaran.
“Aturan di pondok diharamkan ada hukuman fisik, karena yang kami tekankan adalah akhlak. Jika ada yang melanggar, hukuman yang diberikan tetap yang mendidik, seperti mengaji Alquran, hafalan hingga bersih-bersih. Kalau kami tidak mampu, kami kembalikan kepada orang tuanya. Jadi tidak ada hukuman kekerasan dan kita haramkan hukuman fisik,” tegasnya.
Ditanya terkait kebijakan pondok terhadap para terduga pelaku, Ra Malik mengatakan pihaknya akan memusyawarahkan hal tersebut dengan pihak yayasan.
“Kami tetap netral, jika ada yang ditetapkan sebagai tersangka, kami akan musyawarah dengan pihak yayasan apakah akan dikeluarkan atau masih diberi kesempatan, karena kami tetap memikirkan masa depan anak,” ucapnya.
Keterangan Kapolres Bangkalan
Kapolres Bangkalan, AKBP Wiwit Ari Wibisono mengungkapkan, 9 tersangka tersebut merupakan santri senior (pengurus) di pendok pesantren tempat terjadinya pengeroyokan tersebut.
Meski sebagai senior dari korban, kata Wiwit, 4 orang dari sembilan santri tersebut masih dibawah umur, sehingga prosesnya disebut Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH).
“Sudah kita tetapkan total 9 tersangka, 5 orang sudah kita tahan, 4 orang anak berhadapan dengan hukum juga sudah kita tempatkan di panti rehabilitasi sosial Provinsi Jawa Timur,” ujarnya, Senin (13-03-2023) lalu.
Wiwit mengaku, pihaknya masih terus mendalami kasus tersebut, sebab menurutnya, masih ada kemungkinan ada tambahan tersangka.
“Kemungkinan masih ada tambahan tersangka, untuk sementara 9 orang ini yang kita tetapkan tersangka,” katanya
Baca Juga : Diduga Jadi Korban Pembacokan, Warga Desa Manggaan Dilarikan ke Rumah Sakit
KPK Periksa Kepala UPT PJJ PU Pamekasan Terkait Dugaan Suap Hibah DPRD Jatim
No Comments