PAMEKASAN, detektifjatim.com – PC PMII Pamekasan mendesak Perhutani KPH Madura mencabut laporan pengrusakan mangrove di Dusun Duko, Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Pamekasan. Alasannya, nelayan dirugikan dengan laporan tersebut.
Namun, Perhutani KPH Madura Pamekasan bersikukuh tetap melanjutkan proses pengrusakan tersebut. Perhutani mrngaku membidik aktor intelektual dibalik kasus tersebut.
Desakan disampaikan ratusan aktivis PMII Pamekasan dan nelayan saat melakukan demo didepan kantor Perhutani KPH Madura Pamekasan, Jumat (25/4/2025) sore.
Kepala Perhutani KPH Madura Pamekasan Akhmad Faizal menegaskan, laporan yang lakukan ke Mapolres Pamekasan tahun 2024 silam itu bukan melaporkan nelayan.
Menurutnya, Faizal membuat laporan pengrusakan untuk membidik oknum dibalik pengrusakan hutan lindung dengan luas 102,1 hektar tersebut. Jika dicabut, sama halnya mendukung terduga pelaku pengrusakan.
“Dari empat poin tuntutan sahabat PMII, diantaranya cabut laporan dan kami keberatan. Karena yang kami sasar otak intelektual dibalik pengrusakan hutan ini, dan itu bukan nelayan,” tegasnya.
Akhmad Faizal mengatakan, laporan ke Mapolres Pamekasan tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan serta Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84.
Akhmad Faizal menyampaikan, tudingan PC PMII Pamekasan ada sejumlah nelayan yang dipanggil penyidik. Namun, pada kenyataannya setelah ditelusuri ke penyidik tidak ada.
“Kami komunikasi sama penyidik, tidak ada nelayan yang dipanggil, tadi pendemo menyebut ada sebelas. Kami minta disebut jawabnya iya nanti. Kalau laporan ini terkena pada nelayan kami siap mediasi. Kami tidak ingin mendukung perusak hutan,” tutupnya.
Disaat yang sama, Ketua PC PMII Pamekasan, Homaidi mengatakan, demo tersebut untuk mendesak perhutani untuk mengkaji ulang laporan yang dianggap merugikan pihak nelayan.
“Laporan ini mengambang sehingga kami menganggap yang dirugikan adalah nelayan. Sebelum proses penggerukan, mereka sebelumnya sudah mengajukan surat kepada instansi terkait tetapi dilimpahkan pada pemerintah,” paparnya.
Keterangan Homaidi, pencabutan laporan itu hak perhutani. Akan tetapi, ia mendesak agar laporan itu dicabut lalu dilakukan proses mediasi terlebih dahulu.
“Kalau pencabutan itu hak perhutani, tetapi kami minta proses mediasi dulu, nelayan yang dipanggil untuk diperiksa jangan jadi tersangka, pencabutan itu terserah mereka,” terangnya (azm/ady).
No Comments