PAMEKASAN, Detektifjatim.com – Dunia pendidikan menjadi atensi anggota komisi E DPRD Jawa Timur Mathur Husyairi, Ahad (20/08/23). Sebab, terdapat sebagian lembaga pendidikan yang rela mengemis dana hibah ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.
Tidak hanya mengemis, sejumlah lembaga pendidikan juga rela mengikhlaskan dana hibah yang didapatkan terpotong mulai 35 persen. Ada juga yang sampai 45 persen.
“Bahkan ada yang mau belah semangka. Rela dibagi dua 50:50. Setelah saya tanya, kalau tidak mau, katanya tidak bisa membangun,” ujar Mathur dalam acara workshop merdeka belajar di Ponpes Miftahul Ulum Kebun Baru, Palengaan, Pamekasan.
Direktur LSM Center For Islam and Democracy Studies (Cide’s) itu menambahkan, dengan adanya lembaga pendidikan yang masih mengemis dana hibah, membawa proposal merupakan tontonan yang sangat miris sekali.
Ditambah, kata Mathur, dengan adanya undang-undang nomor 18 tahun 2019 tentang pesantren yang baru. Bagi dia, seharusnya infrastruktur lembaga pendidikan seperti pesantren cukup diperlayak. Misal, pemerintah cukup membantu modal, memberikan bantuan kepada lembaga pendidikan.
“Pemerintah tidak perlu mengatur pesantren yang sudah mandiri dengan undang-undang. Kontribusi pesantren kepada negara sudah sangat besar, biarkan pesantren tetap mandiri,” paparnya
Menurut pria kelahiran Sambas itu mengatakan, undang-undang pesantren bentuk intervensi pemerintah. Mathur merasa tidak bahagia, tidak bangga, dengan undang-undang terbaru tersebut.
“Kalau hanya mau memajukan pesantren cukup bantu uang, perbaiki fasilitas infrastruktur, dan kelengkapan perangkat belajar. Cukup. Agar tidak ada kiai di lembaga pendidikan nengteng proposal,” keluh politisi PBB itu. (*/rd)
NB: perubahan pilihan kalimat pesantren ke lembaga pendidikan berdasarkan permintaan narasumber
No Comments