
Oleh: ABD. AZIZ
Advokat, Legal Consultant, Lecture, Columnist, Mediator Non Hakim, dan CEO Firma Hukum PROGRESIF LAW. Kini, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Periode 2025-2029
Kala penulis mem-bersamai Ibu Tri Rismaharini di gelaran Peringatan Hari Santri Nasional (2025) yang dihelat Pesantren Al-Berr, Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (22/10) pagi, suasana haru menyeruak tajam. Pasalnya, sejauh mendampingi sosok pemimpin inspiratif versi PBB atas kontribusinya pada tujuan pembangunan berkelanjutan (2030), baru kali ini penulis menyaksikan Ibu Risma tak bisa menahan haru yang mendalam hingga air matanya tak terbendung. Menetes perlahan, dan panitia bersegera mengantarkan tisu untuknya.
Ada apa, gerangan? Gumam penulis pelan. Ternyata, walaupun telah mendapatkan berbagai penghargaan pada tingkat dunia sekalipun, ia menegaskaskan dengan bibir bergetar, bahwa kejutan dari Pesantren yang diasuh oleh Kiai Muhammad Izuddin, yang memberikan penghargaan kepada Ibu Risma sebagai Ibuk’e Santri (Ibunya Santri) di pagi yang cerah itu, baginya bernilai paling tinggi. Sontak, hadirin bertepuk tangan. Tak sedikit pula yang meneteskan air mata. Sejenak, tokoh penggerak kemiskinan versi detik.com Awards (2024) ini, menghela napas panjang sambil mengusap air matanya.
Di hadapan seribu lima ratus santri Al-Berr, mantan Wali Kota Surabaya ini, banyak memberi motivasi pada segenap santri agar terus belajar, bermimpi, dan berikhtiar mewujudkan cita-citanya di masa yang akan datang. “Siapa pun berhak menjadi apa pun. Pemimpin pada semua level kehidupan ini. Baik di legislatif (pembuat undang-undang), eksekutif (pelaksana undang-undang), maupun yudikatif (pengawas undang-undang). Bisa DPR/DPRD, Wali Kota, Bupati, Gubernur, Menteri, bahkan Presiden sekalipun,” tegasnya berapi-api.
Seusai memberikan motivasi pada para santri, Ibu Risma yang mengenakan gaun putih panjang khas santri, bergegas menemui dan duduk di tanah dengan santri yang berjejer rapi. Spontan, para santri histeris, dan fotografer segera mengabadikan pemandangan langka, itu. Kita tahu, Ibu Risma biasa berbaur dengan siapa saja dan dekat dengan wong cilik, orang kecil. Konon, kedatangan tokoh perempuan kelahiran Kediri, 20 November 1961 ini, mencuri perhatian warga-masyarakat Pandaan.
“Selama ini, jarang sekali tokoh nasional hadir memenuhi undangan Pesantren di Pasuruan. Ini surprise (kejutan) luar biasa!Kami bersyukur, Ibu Risma benar-benar hadir, bahkan tepat waktu,” ungkap Gus Samsul Islam, adik dari Pengasuh Pesantren Al-Berr. “Sejarah tersendiri. Ibu Risma benar-benar hadir ke Pasuruan. Awalnya masyarakat tak percaya akan datang. Alhamdulillah, hadir dengan kehangatan bersilaturrahmi. Patut dicontoh oleh para tokoh agar kian dicintai oleh masyarakat,” kata Amirotul Adziya (Kiki), pengusaha yang naik daun karena gubuq kuliner “Ati Jembar” yang dibesutnya.
Bagi seorang Risma, dunia Pesantren sudah menjadi bagian dari hidupnya. Kepeduliannya pada Pesantren menjadi karakter dasar yang melekat padanya. Prinsip hidupnya adalah tidak harus menjadi apa untuk berbuat apa. Terbukti, pasca bangunan Mushalla Pesantren Al-Ghoziny Sidoarjo runtuh, Ibu Risma bergegas dengan busana sederhananya. Melakukan pengawasan dan membantu proses evakuasi santri akhir September 2025 lalu. Menenangkan keluarga korban yang gelisah dan memberikan masukan kepada tim SAR, bagaimana strategi evakuasi dengan aman. Memastikan kebutuhan dasar korban dan keluarga terpenuhi. Siapakah Ibu Risma? Semua orang tahu, tak menjabat apa-apa.
Tetapi jika ditanya, apakah Ibu Risma memiliki darah Pesantren? Penerima tiga ratus dua puluh dua penghargaan nasional dan internasional, yang kepemimpinannya telah diakui dunia ini, secara historis, ia memiliki garis keturunan dari Kiai Ageng Muhammad Besari, pendiri Pesantren Gebang Tinatar (Tegalsari). Selain itu, nasabnya nyambung dengan Sunan Bungkul (Syekh Mahmuddin) dan cicit dari salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Mbah Jayadi. Tak heran, jika selama ini, utamanya saat menjadi Menteri Sosial, program yang berpihak pada Pesantren dirasakan betul oleh banyak kalangan, termasuk Pesantren Al-Berr.
Itulah seorang Risma, yang pada medium 2015 lalu, dinobatkan sebagai Wali Kota terbaik ketiga tingkat dunia karena keberhasilannya menata Kota Surabaya menjadi Kota yang aman, tertata, hijau dengan estetika yang mengagumkan. Doa para santri, semoga Ibu Risma selalu dianugerahi kesehatan yang prima sehingga terus berkontribusi pada Pesantren. Walaupun jabatan tak digenggam, namun aksi nyata-nya diakui semua kalangan. Profil kepemimpinan Ibu Risma yang tulus, apa adanya, ceplas ceplos, jauh dari sifat elitis, apalagi membanggakan diri alias membual.
Seusai perhelatan tahunan Hari Santri di Pesantren dengan kontur tanah menurun, dilanjutkan dengan ramah tamah di kediaman Pengasuh. Makan siang dengan menu kesukaan Ibu Risma, aneka penyet terong. Berbincang santai tentang kemajuan suatu bangsa sekira seratus dua puluh menitan, kemudian beranjak ke agenda berikutnya. Penulis bersama Nyonya Lika Rahmawati Aziz turut pamitan karena hendak sambang (berkunjung) ke anak pertama, Dzikri Fakhrillah Aziz, yang bertapa di penjara suci, Pesantren Sidogiri.
Menjelang larut malam, penulis bergerak menyusuri jalan tol Pandaan-Malang. Balik kanan menuju Gubuk Progresif di Malang Kota, yang oleh sebagian orang, diyakini menyimpan daya magis pergumulan aktivis lintas iman dan ideologi. Tempat sederhana yang diikhtiarkan sebagai kawah Candradimuka ilmu pengetahuan. Menebar inspirasi karena bergiat memproduksi gagasan segar kebaruan yang jauh dari kata manipulasi. (*)
No Comments