x

Indonesia dan Kesetaraan Gender, Relevankah?

4 minutes reading
Thursday, 23 Oct 2025 10:13 72 detektif_jatim

Mauzun Visioner (Anggota Setara Perempuan)

__________________

Seruan kesetaraan menimbulkan beragam respon di tengah arus modernitas. Mayoritas orang menganggap narasi kesetaraan gender sebagai hal jumud yang kurang relevan dengan perkembangan zaman. Hal ini berlandaskan pada peluang perempuan yang semakin inklusif di ruang publik. Kaum perempuan mendapat kesempatan setara dari segi pendidikan, politik, ekonomi dan lainnya. Secara bertahap mereka mulai diberdayakan sebagai manusia yang merdeka.

Berdasarkan data menunjukkan hal positif yang dicapai Indonesia dalam mengupayakan kesetaraan gender. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan bahwa Indeks Ketimpangan Gender (IKG) mengalami penurunan dari 0.459 pada tahun 2022 menjadi 0.447 pada tahun 2023, sementara Indeks Pembangunan Gender (IPG) meningkat dari 91.63 pada tahun 2022 menjadi 91.85 pada tahun 2023 (kemenpppa.go.id).

Inklusifitas inilah yang membuat banyak orang menganggap kesan kesetaraan sebagai sensitifitas yang berpotensi pada eksklusifitas gender. Maka dari itulah mereka beranggapan kesalingan akan menjadi harmoni paling laras, mengingat ruang pemberdayaan terhadap perempuan semakin mengalami perkembangan signifikan.

Pendapat itu tidak dapat disalahkan tapi tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. Esensialnya Kita tidak keliru menyuarakan harmonisasi gender, sebab itu sudah menunjukkan selangkah lebih maju dari persepsi kesetaraan gender. Akan tetapi menjadi kurang tepat apabila atas seruan tersebut justru mendiskredit orang-orang yang menyuarakan kesetaraan. Secara relatif, terkadang karena kondisi belum mendukung untuk konstruksi harmonisasi, sehingga sebagian orang memilih kesetaraan terlebih dahulu sebagai upaya mencapai kesalingan antara laki-laki dan perempuan.

Peluang perempuan memang semakin inklusif, tapi tak dapat dipungkiri bahwa sampai kini masih banyak kaum perempuan yang mengalami diskriminasi. Gerakan pemberdayaan terhadap kaum perempuan belum sepenuhnya masif di seluruh pelosok negeri. Itulah sebabnya relevansi kesetaraan memiliki urgensinya tersendiri. Apalagi ketika dalam suatu golongan domestifikasi kaum perempuan diabsolutkan, bahkan perannya cenderung disepelekan, sehingga partisipasi perempuan di ruang publik semakin termarginalisasi.

Dapat kita telisik melalui partisipasi perempuan dalam berbagai aspek. Menurut Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA), Veronica Tan dalam diskusi bertajuk “Why Gender Equality Matters and We Need to #AccelerateActions” yang diselenggarakan oleh media Magdalene.co dalam rangka peringatan Hari Perempuan Internasional Menegaskan “Partisipasi perempuan dalam sektor pendidikan, tenaga kerja, dan politik masih rendah. Perempuan yang bekerja di sektor teknologi hanya 27%, akademisi perempuan di institut teknologi hanya berkisar 35,7%, dan perempuan yang menempuh studi spesialis kedokteran hanya tercapai 41,6%. Untuk posisi keterwakilan politik, jumlah perempuan hanya mencapai 22,14% (kemenpppa.go.id)

Persentase tersebut masih menunjukkan adanya kesenjangan. Partisipasi kaum laki-laki di ruang publik jauh lebih mendominasi dibandingkan kaum perempuan. Jelas kondisi ini menunjukkan adanya ketidak setaraan peran laki-laki dan perempuan. Ketika kondisinya demikian, bagaimana caranya kita menghapus konsep kesetaraan gender, sedangkan masih banyak para perempuan yang belum mendapat ruang setara untuk belajar, berperan dan berkontribusi di ranah publik. Meskipun zaman dari masa ke masa terus mengalami perkembangan. Akan tetapi, ironisnya masih banyak perempuan yang belum tersentuh ruang pemberdayaan.

Kondisi perempuan di 38 provinsi di Indonesia berada dalam budaya dan struktural yang berbeda. Diskriminasi hingga kasus kekerasan masih rentan terjadi di berbagai pelosok negeri. Inilah sebabnya kesetaraan masih menjadi agenda besar yang harus diperjuangkan. Menyuarakan kesetaraan bukan berarti ingin menyaingi atau mengungguli posisi laki-laki. Melainkan lebih kepada hak, fondasi bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, sehingga dapat berpengaruh terhadap keadilan gender yang berkemajuan.

Tentunya, hal ini membutuhkan regulasi searah dari berbagai elemen. kolaborasi efektif dari pihak pemerintah, masyarakat, organisasi menjadi hal yang sangat diperlukan dalam upaya mendorong kebijakan yang memastikan akses yang setara bagi perempuan. Baik dalam sektor pembangunan, perlindungan bagi korban kekerasan, serta penguatan regulasi yang mendukung hak-hak perempuan dalam ketenagakerjaan, sosial, ekonomi, pendidikan, dan politik.

Dengan akses dan dukungan yang setara bagi perempuan tentunya akan mempermudah dan mempercepat tercapainya harmonisasi gender. Hal ini menunjukkan bahwa seruan kesetaraan bukanlah menekan pada validitas eksklusifitas gender, melainkan sebagai sarana untuk menjembatani kesalingan antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan tidaklah eksklusif apabila kita memberi konotasi pada tujuan konstruksi harmonisasi gender.

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

LAINNYA
x