x

Dampak Buruk Tambang Migas di Kepulauan Kangean: Asas Hukum dan Imperatif AMDAL

4 minutes reading
Saturday, 20 Sep 2025 12:58 133 detektif_jatim

Oleh : Moh Ilham Alfath Karim (Pegiat Literasi Sumenep)

________________________

Aktivitas pertambangan minyak dan gas (migas) di wilayah kepulauan Kangean bukanlah sekadar kegiatan ekonomi, melainkan juga persoalan hukum dan lingkungan yang kompleks. Indonesia sebagai negara kepulauan berciri nusantara (archipelagic state) mengakui kedaulatan penuh atas sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, sebagaimana diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 dan yang telah diratifikasi ke dalam hukum nasional. Secara domestik, pengelolaan sumber daya alam ini berlandaskan pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Dari pasal ini, lahir beberapa asas hukum yang fundamental:

1. Asas Fungsi Sosial: Penguasaan oleh negara bukan untuk dieksploitasi secara semena-mena, tetapi harus demi kemakmuran rakyat, yang mencakup pula keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang.
2. Asas Manfaat: Pemanfaatan sumber daya alam harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat, bukan hanya secara ekonomi tetapi juga sosial dan lingkungan.
3. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan: Pembangunan harus memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Prinsip ini dioperasionalkan melalui Asas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan setiap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting untuk melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Aktivitas tambang migas di kepulauan Kangean, dengan karakteristik geografis dan ekologis yang unik dan rentan, seringkali berbenturan dengan asas-asas hukum ini. Dampak buruknya multidimensi dan mengancam keberlangsungan hidup ekosistem dan masyarakat kepulauan Kangean.

Dampak Buruk Tambang Migas di Ekosistem Kepulauan Kangean

Wilayah kepulauan Kangean memiliki ekosistem yang saling terhubung dan sangat sensitif, seperti terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, dan pesisir. Keberadaan tambang migas membawa ancaman serius:

1. Pencemaran Laut: Tumpahan minyak (oil spill) adalah risiko terbesar. Kebocoran pipa, kecelakaan kapal tangker, atau blowout sumur dapat menyebarkan minyak secara luas, membunuh biota laut, merusak terumbu karang yang menjadi tempat pemijahan ikan, dan mencemari mangrove yang berfungsi sebagai penahan abrasi dan nursery ground bagi banyak spesies. Pencemaran ini bersifat persisten dan pulihnya membutuhkan waktu puluhan tahun.
2. Kerusakan Habitat: Proses seismik, pembangunan infrastruktur (platform, jalur pipa, dermaga), dan pengerukan dasar laut untuk penempatan pipa dapat menghancurkan habitat dasar laut secara fisik. Suara bising dari operasional pertambangan juga mengganggu navigasi dan komunikasi mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba.
3. Dampak pada Sumber Daya Perikanan: Rusaknya ekosistem penunjang kehidupan ikan berakibat langsung pada menurunnya hasil tangkapan nelayan. Pencemaran juga membuat ikan terkontaminasi logam berat dan hidrokarbon, sehingga tidak layak konsumsi dan menghancurkan mata pencaharian utama masyarakat kepulauan.

Dampak Sosial-Ekonomi dan Budaya

Dampak tidak hanya bersifat ekologis tetapi juga merambah ke tatanan sosial masyarakat:

· Konflik Sosial: Perebutan lahan dan sumber daya sering memicu konflik antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat adat/lokal.
· Perubahan Pola Hidup: Masyarakat yang semula nelayan atau petani mungkin terdesak dan kehilangan identitas budayanya.
· Ketimpangan Ekonomi: Seringkali keuntungan ekonomi dari migas dinikmati oleh pusat dan pihak korporat, sementara masyarakat lokal hanya mendapat dampak buruknya seperti kehilangan mata pencaharian dan biaya kesehatan yang meningkat.

AMDAL sebagai Bentuk Perlawanan Hukum dan Ekologis

Dalam konteks inilah, proses AMDAL bukan sekadar administrasi belaka, melainkan sebuah imperatif hukum dan moral yang harus didahulukan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. AMDAL berfungsi sebagai:

1. Alat Pengambil Keputusan (Decision-Making Tool): AMDAL harus dilakukan sebelum izin diterbitkan. Ia wajib mengkaji secara komprehensif semua dampak potensial yang akan timbul, mulai dari fase eksplorasi, produksi, hingga pascatutup tambang. Dalam konteks kepulauan, kajian harus sangat detail pada sensitivitas ekosistem laut, arus laut, dan ketergantungan masyarakat pada sumber daya kelautan.
2. Pencegah Dampak (Preventive Measure): Fungsi utama AMDAL adalah mencegah kerusakan sejak awal. Dengan mengidentifikasi dampak, AMDAL harus merumuskan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan (RKL-RPL) yang ketat. Misalnya, menetapkan teknologi pencegahan tumpahan minyak terbaik, rencana tanggap darurat yang cepat dan memadai, serta kompensasi yang jelas jika terjadi kerusakan.
3. Wadah Partisipasi Publik: Masyarakat yang akan terkena dampak berhak memberikan masukan dalam proses penyusunan AMDAL. Ini adalah perwujudan dari hak asasi untuk lingkungan hidup yang baik dan sehat. Penolakan masyarakat harus menjadi pertimbangan utama, bukan diabaikan.

Kritik dan Penutup

Sayangnya, dalam praktiknya, AMDAL sering kali hanya menjadi “legalisasi proyek” atau “rubber stamp”. Prosesnya dianggap sebagai formalitas, partisipasi publik hanya simbolis, dan pengawasannya lemah. Terlebih dengan adanya UU Cipta Kerja yang memangkas kompleksitas perizinan, kekhawatiran terhadap pelemahan standar AMDAL semakin besar.

Oleh karena itu, untuk merawat lingkungan kepulauan Kangean yang rentan, negara harus konsisten pada asas hukum yang dianutnya. Proses AMDAL yang berkualitas, independen, transparan, dan melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna harus benar-benar didahulukan. Tanpa itu, izin tambang migas di kepulauan bukan hanya akan membawa dampak buruk yang masif, tetapi juga merupakan pengingkaran terhadap konstitusi dan kedaulatan untuk memakmurkan rakyat secara berkelanjutan. Eksploitasi migas tanpa AMDAL yang kuat sama dengan mengorbankan masa depan ekologi dan kemanusiaan di kepulauan untuk keuntungan jangka pendek yang semu.

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

LAINNYA
x